Rasi's POV
Saya lupa kapan terakhir kali bersikap impulsive seperti sekarang ini. Karena seingat saya, kata 'kejutan' tak pernah punya pengalaman indah untuk saya. Tapi entah ada angin apa, petang ini tiba-tiba saja saya berinisiatif untuk memberikan kejutan itu pada Utara. Pada seseorang yang belakangan ini mampu membuat senyum saya merekah tak berkesudahan.
"Selamat sore, Bu. Ada yang bisa dibantu?"
Saya menganggukkan kepala, lalu tersenyum menatap perempuan dengan blazer hitam dan kemeja putih yang menyambut saya. "Sore mbak, saya Rasi mau ketemu Aditya Wira Utara, bisa? IT Department."
"Saya coba infokan dulu ya, Bu. Sementara itu, boleh diisi dulu buku tamunya, ya, Bu." Ia menerangkan sembari menyodorkan sebuah buku besar di hadapan.
Sementara jemari saya masih menuliskan informasi di atas buku tersebut, si perempuan yang menyambut saya tadi sudah meletakkan gagang teleponnya, lalu tersenyum menatap saya kembali. "Ibu, kebetulan Bapak Utara sedang ada meeting di luar, Bu. Mungkin Ibu mau titip pesan atau ibu bersedia menunggu dulu?"
"Oh kalau gitu saya nunggu aja, deh, Mbak. Terima kasih, ya."
"Iya sama-sama, Bu."
Saya melangkahkan kaki menuju deretan sofa yang ditata begitu apik untuk dijadikan tempat menunggu, persis di samping pintu masuk utama kantor ini. Jemari saya menekan nomor telepon Utara yang sudah saya hafal betul di keluar kepala.
Hanya butuh dua nada panggilan, dan ia sudah menyapa saya dengan suara rendahnya. "Halo, Ras. Ada apa, sayang?"
"Dit, kamu sekarang lagi di mana?" tanya saya sembari sembunyikan senyum.
"Baru balik meeting nih. Kenapa?"
"Lembur atau pulang tenggo?"
"Hari ini harusnya sih tenggo. Nanti begitu sampe, aku pastiin dulu, ya."
"Oh ya udah, kalau gi—" Belum sempat saya menyelesaikan kalimat, seorang wanita tengah berlari sembari meneriakkan namanya. "Utara!"
Pandangannya mengarah pada satu titik di dekat pintu masuk, yang juga membuat saya menolehkan kepala. Baru saya ingin melambaikan tangan, suara Utara di ujung telepon lebih dulu terdengar di telinga. "Talk to you later ya, Ras."
"Iya."
Saya menatap ponsel, lalu kembali menatap sosoknya yang saat ini tengah menyampirkan lengan kanan di pundak wanita yang tadi meneriakkan namanya. Keduanya terlihat amat akrab, membuat saya yang sejak tadi ingin memberitahu kehadiran saya pada Utara pun mengurungkan niat.
"Mbak, saya titip kunci mobil ini aja untuk Bapak Utara ya," saya memilih untuk menitipkan kunci mobil Utara pada resepsionis yang kini menampilkan ekspresi herannya. Mungkin ia bertanya-tanya, mengapa saya tak menyerahkan kunci itu langsung kepada orangnya. Padahal seseorang yang saya tunggu itu, baru saja berlalu.
Benar 'kan apa yang tadi saya bilang? Saya tak pernah akrab bahkan berteman baik dengan yang namanya 'kejutan' ya setidaknya kali ini hal itu terbukti lagi, hari ini.
***
Utara's POV
"Tenggo, 'kan?" pertanyaan dari Summer membuat gue tertawa menatapnya, sebab tahu ada maksud dari ucapannya itu.
"Kayaknya sih iya."
"Pulang nebeng berarti."
Gue kali ini mengacak rambutnya sambil menggeleng, "Yah sayangnya gue nggak bawa mobil."
"Lah terus tadi pagi lo berangkatnya gimana?"
"Ojol ada, Neng."
"Iya juga sih ya, hehehe."
Summer masih tertawa seraya memegang tengkuknya, membuat sebagian isi kepala gue melayang pada perkenalan pertama gue pada perempuan satu ini. Belum sempat gue melangkah lebih jauh untuk menuju lift, ponsel gue kembali berbunyi menandakan sebuah pesan masuk.
Lekas gue membelalakkan mata, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar setelah membaca pesan Rasi. Tepat sebelum gue melakukan panggilan, sosoknya terlihat di ambang pintu utama, dan membuat gue sontak meneriakkan namanya diiringi dengan senyum terkejut. "Ras!"
Usai meminta Summer menunggu sebentar, gue berlari menuju perempuan kesayangan gue yang kini menatap lurus ke arah gue, setelah sebelumnya sempat mampir pada resepsionis yang dengan segera menyodorkan kunci mobil.
"Kamu kenapa nggak bilang kalau ke sini sih, sayang?"
Dua tangan gue sudah mengusap lengannya, seraya menatap intens padanya. Sumpah demi apa pun, gue nggak pernah terbersit pikiran dia akan mampir ke kantor gue. Andai ini bukan di kantor, dan andai nggak ada banyak orang yang berlalu lalang di sekitar kami, gue pasti sudah lebih dulu mengecup dan membawanya dalam pelukan.
God! Rasi, kamu bener-bener nguji iman aku banget buat nggak loncat kegirangan.
"Surprise mungkin," balasnya singkat dengan wajah tanpa ekspresi apa pun.
"Kalau surprise harusnya langsung dikasih tahu ke aku dong, sayang," refleks gue mengusap pipi kanannya, namun Rasi lekas menyingkirkan tangan gue.
Backstreet era masih berjaya ternyata, padahal gue mau pamerin Rasi ke temen-temen gue.
"Jauh banget nggak sih kamu ke sini? Kasihan kamunya, sayang. Lagian tumben ini kamu bisa pulang cepet? You okay?"
Rasi belum sempat menjawab, namun teriakkan Summer membuat gue menoleh ke belakang, "Ut, buruan!"
"Bentar," balas gue seadanya lalu kembali menatap Rasi, dan membawa jemarinya untuk kembali genggam kunci mobil gue. "Sayang, aku ke atas dulu bentar, ya. Nanti kita pulang bareng, nggak boleh ke mana-mana kamunya! Nih kunci mobilku, aku pastiin aku tenggo."
No comments
Post a Comment