Utara's POV
Setelah sekian tahun jarang ikut acara makan malam dengan keluarga besar, hari ini gue akhirnya memutuskan untuk hadir di antara para tante, om, dan juga sepupu-sepupu gue. Memandang sekeliling yang juga ramai dengan keluarga lain yang saling berbagi kehangatan, lewat obrolan yang saling dilontarkan.
Gue jadi sadar dan akhirnya tahu, kenapa tempat ini selalu disebut sebagai 'rumah' oleh mereka yang memenuhi daftar list pengunjung. Andai ada Utari, gue yakin dia akan sering bolak-balik berkunjung ke sini. Hanya untuk sekadar duduk menatap keluarga lain berkumpul, atau bahkan menikmati hidangannya yang tak gagal memanjakan lidah.
Langkah kaki gue baru akan menuju ke kamar mandi, ketika seorang pria memegang lengan gue sambil tersenyum. "Sorry, Utara, right?"
Ini kalau tempatnya nggak borju, gue kayaknya udah buru-buru mikir dia sales yang mau nawarin produk MLM ke gue. Tapi sayangnya, jam tangan mewah yang ada di lengan kirinya membuat gue sadar, bahwa manusia di depan gue ini bukan sembarangan orang. "I am, tapi siapa, ya?"
Dia mengulurkan tangannya, tanpa sedikit pun meluruhkan senyuman. Gue rasa ya, ini orang tahu betul bahwa senyuman dia tuh manis dan punya pesona. "Dewa, kakaknya Rasi."
"Hah? Rasi? Kakak?"
Ini kalau gue aktor, pasti juru kamera udah memainkan tombol zoom in zoom out buat menyorot ekspresi gue yang seratus persen kelihatan zonk. Buktinya aja nih, manusia yang tadi sebut namanya Dewa ini udah ketawa. "Dia sering cerita tentang lo, like a lot."
Asli gue masih bingung karena Rasi itu setahu gue anak tunggal. Terus kenapa bisa manusia satu ini bilang dia kakaknya? Ya kali kakak tapi lahirnya belakangan, apa deh? Gue masih belum bisa mencerna semuanya dengan baik, tapi dia udah memberondong gue dengan basa-basi lainnya. "Lagi sama keluarga ya ke sini?"
Kalau aja ngomong nyablak sama orang yang baru dikenal itu sopan, udah pasti gue akan teriak bilang ya menurut lo aja, mana mungkin di KResNus bisa buat ngomongin soal bisnis.
"Hmm iya," jawab gue singkat sambil memperhatikan dia yang kini menatap ponselnya yang bersuara.
"Duh, I want to talk to you, but I can't leave my appointment too. So, catch up later, ya?"
Lo ngerti nggak sih kalau ketemu sama orang sksd tuh harus ngapain? Karena jujur, gue sekarang masuk ke zona bengong bego, saking bingungnya harus bereaksi apa sama manusia di depan gue ini.
"If you don't mind, hubungin gue, ya." Si manusia yang namanya Dewa Dewa ini mengeluarkan kartu nama dari dalam dompetnya sambil senyum ke arah gue. Tapi belum sempat gue membaca kartu namanya, dia lagi-lagi menepuk lengan gue. "Bingung banget, ya? Lo tanya Rasi aja kalau emang bingung."
Ponsel di genggamannya kembali berdering membuat gue dengan dia menjatuhkan pandangan ke arah yang sama. "Well, I gotta go, jagain adek gue, ya, Utara!" ucapnya sebelum berpamitan dan melenggang pergi meninggalkan gue yang cuma bisa diam kehabisan kata-kata.
Selepas kepergian dia, gue kembali berjalan ke kamar mandi sembari membaca satu persatu informasi yang tertera di sana. Yang seketika itu juga membuat gue rasanya mau menghilang aja dari dunia, saking malunya habis bertemu dengan pemilik restoran ini dengan tampang bloon.
Dewandaru Imba Gumilar.
Pantas aja dari tadi gue lihat beberapa orang menunduk sambil menyapa dia. Ya orang dia yang punya. Tapi sebentar deh, yang bikin gue bingung adalah gimana caranya dia kenal Rasi? Terus kenapa dia ngaku-ngaku kakaknya Rasi? Karena setahu gue, Rasi bukan bagian dari trah Gumilar pun konglomeratnya ibukota itu. Tapi kok...dia bisa bilang gitu, ya?
No comments
Post a Comment