"Gorgeous!"
Rasi menghentikan langkahnya, lalu menolehkan kepala ketika suara yang cukup familiar itu bergema, usai sebutkan panggilan yang sepertinya ditujukan untuk dirinya.
"Java? Kok di sini?"
Javaskara tertawa, serta mengumbar senyum paling megah dan menawan yang ia punya ketika lihat dwinetra Rasi yang membulat sempurna. "Tadi bukannya gue udah bilang, kalau kita searah? Makanya gue ngajak ngantor bareng," jawabnya diiringi langkah yang mendekat pada Rasi.
"Maksudnya lo tinggal di sini?"
"Lebih tepatnya, gue ada unit di sini. Dan karena tadi malem gue capek, ya gue tidur aja di sini."
Rasi kembali memutarkan bola matanya, membuat senyum Javaskara kian merekah, sebab terpesona oleh jelita yang baru beberapa kali ia temui itu. "Ya oke terserah lo, Jav."
"Mata lo beler banget deh. Kenapa? Ngantuk? Kecapekan karena semalem, babe?"
Rasi menepuk kencang lengan Javaskara, usai dengar ucapan lelaki itu yang sengaja digemakan cukup kencang, dan juga diiringi kerlingan yang sanggup buat siapa pun yang mendengarnya akan berpikiran yang tidak-tidak.
"Lo kalau ngomong jangan asal!"
"Why? Gue salah? 'Kan emang semalem itu ca—"
"Berisik, Jav!" potong Rasi pada ucapan laki-laki yang tengah tertawa itu.
"Ya udah berangkat bareng yuk, udah ketemu juga di sini."
Belum sempat Rasi berikan penolakan, telepon di dalam genggamannya berbunyi dan membuat fokus kedua anak manusia itu beralih. Satu nama tertera di layar, membuat Rasi kembali menatap Javaskara untuk lekas menyudahi basa-basi percakapan tidak penting mereka.
"Gue udah dijemput, Jav."
"Sama siapa? Pacar?"
Rasi enggan beri tanggapan, ia hanya menajamkan tatapan pada Javaskara lalu melambaikan tangan dan berbalik untuk tinggalkan lelaki itu.
"Oke oke oke, bentar." Javaskara menghadang langkah sang puan dengan berdiri cepat di hadapannya lagi. "Oke gue nggak nanya, gue nggak anter juga, tapi nih, ambil," tangannya menyodorkan dua buah paper bag yang sejak tadi ia tenteng.
Rasi melirik sekilas, lalu kembali menatap Javaskara. "Gue nggak minta."
"Gue yang beli buat lo, ucapan terima kasih karena kemarin ditemenin. Nggak boleh ditolak karena gue nggak suka cappuccino." Rasi masih diam meski sudah dengar penjelasan yang tak ia rasa perlukan itu terlontar dari bibir Javaskara. Melihat Rasi yang bergeming, Javaskara kembali hela napasnya, "Ya udah, mau gue buang aja?"
Lekas Rasi mendelik, "Hhh mubazir kalau ngebuang-buang gitu, Jav."
"Makanya diterima dong, Ras."
Rasi menggeleng dengan hela napas yang juga mendamba kesal. Ia ulurkan tangannya untuk sambut pemberian dari sang lelaki yang sejak awal dikenal, sudah ia beri peringatan di kepala untuk menjauhkan diri.
"Ini yang pertama dan terakhir, ya. Besok nggak usah lagi, Jav. This is too much. Oke? Gue berangkat dulu," tutupnya untuk akhiri dialog mereka.
Javaskara tersenyum, "Nggak janji, Ras."
Rasi melangkah mundur dan lagi-lagi menggelengkan kepala, setelah dengar Javaskara dengan semua ucap manis yang sudah pasti sering dia lantunkan pada ragam hawa yang terpukau pesonanya. "Gue udah bilang 'kan kalau gue akan usaha lagi?"
Percakapan keduanya berakhir dengan pelbagai emosi berbeda peluk keduanya. Sedang tanpa mereka ketahui, di depan sana, di antara barisan mobil yang diam di depan lobby apartemen, ada seorang lelaki yang tuai pertanyaan di kepalanya dengan cemas yang juga lingkupi perasaannya. Takut bila kejadian yang sama akan terulang, khawatir bila harus patah, juga bingung pada dekat yang terlihat nyata.
No comments
Post a Comment