Tahun 2019 kemarin banyak banget
hal yang membuat rasanya lelah tidak berkesudahan. Tapi bersyukurnya, saya
menemukan salah satu drama yang bisa mengawali tahun 2020 ini dengan tambahan
semangat.
Chocolate.
Drama yang sampai saat ini masih sanggup
membuat saya ngilu kalau dengar soundtrack-nya.
Lalu apakah ceritanya seluar
biasa itu?
Hem, buat saya storyline-nya
sendiri sebetulnya terbilang cukup lambat, namun sangat amat bisa dinikmati
dengan linangan airmata. Kenapa? Ya karena drama ini nggak hanya memfokuskan
diri pada tokoh dan karakter utamanya aja. Dengan kata lain, setiap karakter
yang ada, meski hanya muncul di satu episode pun, semuanya punya cerita yang
disinggung dan diangkat dengan menarik.
Fiuh.
Ya selaiknya setiap manusia yang datang
dan pergi di hidup kita. Semuanya membawa cerita, semuanya membawa beban dan
masalah masing-masing, yang nggak selalu kita tahu dan beberapa nggak pernah
kita sangka mereka alami.
Meaningful, heartwarming,
beautiful, heartbreaking, moodbreaker yet moodmaker. Duh kayaknya nggak hanya
satu kata yang bisa menggambarkan drama ini.
Buat beberapa orang mungkin
Chocolate disebut melodrama, tapi buat saya dia lebih pantas menyandang gelar
healing drama. Sebab di drama ini ada banyak sekali pelajaran yang didapat
tentang hidup dan mati, ketakutan untuk bertindak, trauma masa kecil, dendam,
amarah, persaingan, penantian dan juga tentang rindu yang tidak mungkin bisa
bertemu.
Semua hal yang begitu dekat
dengan kita namun nggak mudah untuk diceritakan, mampu dirangkum apik oleh
Chocolate. Dan rasanya wajar kalau di tiap episodenya ada satu dua hal yang
bikin kita tersentuh bahkan menangis.
Drama yang diperankan oleh Yoo
Kye Sang dan Ha Ji Won ini memang penuh dengan chemistry yang kuat antar
keduanya. Belum lagi, karakter LK dan CY bisa begitu hidup diperankan oleh
keduanya, karakter yang menyakitkan namun juga menyembuhkan di saat yang sama.
Lee Kang (Yoo Kye Sang), seorang
dokter bedah saraf yang terpaksa menjadi dokter karena kehidupannya yang
berubah seketika. Kebayang nggak sih, sejak kecil dia dibesarkan oleh ibunya di
Wando—diceritakan sebagai desa nelayan—dan punya mimpi untuk jadi chef dan
meneruskan rumah makan yang dikelola ibunya. Tapi tiba-tiba, dengan seenak
jidat nenek dari mendiang ayahnya datang dan nyuruh mereka pindah ke Seoul. Bahkan
ditambah dengan beban bahwa Lee Kang akan bersaing dengan Lee
Joon—sepupunya—untuk menjadi penerus perusaahan.
Belum selesai kesedihannya karena
harus pindah, Lee Kang harus berjuang dan bertahan hidup sendirian tanpa
ibunya, yang meninggal karena mall yang runtuh. Apa tidak kurang bercanda hidup
memberikan Lee Kang hadiah sedih yang bertubi-tubi?
Oh wait, nggak hanya itu, bahkan
neneknya nggak bersedia untuk mencari dan menemukan jasad ibunya. Tahu kenapa?
Karena sebetulnya sejak awal neneknya nggak setuju kalau ayah Lee Kang menikah
dengan ibunya yang notabene adalah anak dari asisten rumah tangga mereka.
Hidup yang sekejam itu harus
dijalani Lee Kang sendirian tanpa siapa-siapa di sisinya—ada sih satu sahabatnya
yang kalau kalian tonton, kisahnya juga akan berakhir sama ngilunya dengan Lee
Kang. Jujur, saya pribadi merasa Lee Kang teramat keren karena berhasil dan
bersedia bertahan hidup sejauh dan seberat itu. Cobaan demi cobaan dia lewati
bahkan saat dia harus dikirim sebagai tim medis di zona perang. Dan berarkhir
dengan dia yang tidak lagi mampu melakukan operasi dan harus dipindahkan ke
sanatorium.
Sementara Moon Cha Young (Ha Ji
Won), ialah seorang koki professional yang ketika kecil dipaksa ibunya untuk
jadi idol. Banyak larangan dan nggak bisa hidup sebagaimana anak kecil di
masanya, Lalu out of nowhere kita digiring pada kenyataan dia ditinggal oleh
ibunya yang gila materi di mall, lalu jengjeng dia juga tertimbun di mall yang
runtuh sama kayak ibunya Lee Kang.
Moon Cha Young harus menjalani hidupnya
sendiri tanpa orang tua, berjuang sendiri dalam beragam pertanyaan di
kepalanya, mengalami trauma akibat reruntuhan sampai-sampai di setiap hari
ulang tahunnya—hari di mana dia ditinggal—dia akan selalu sakit dan traumanya
sering berulang. Di saat semua sudah bisa dia lalui dengan baik, tiba-tiba dengan
rusuhnya adiknya datang dan menimbulkan banyak masalah yang harus dia
selesaikan. Plus ditambah satu lagi luka kalau dia harus kehilangan
kemampuannya untuk menghidu dan mencecap rasa makanan.
See? Terima
kasih sekali drama ini begitu kejam pada pemeran utamanya :))) Ada banyak
cobaan datang silih berganti dan mereka tetap harus bertahan karena memang
belum waktunya untuk berpulang.
Chocolate memang tidak menyajikan
wajah-wajah pemeran utama dan pendukung yang akan dipuja dan digilai. Bahkan
sejak awal kita tahu bahwa cerita yang diangkat lumayan berbeda dari drama kebanyakan,
jadi terkesan bahwa mereka sama sekali tidak mengejar rating boombastis. But
yeah, all the crew and all the cast sanggup membuat kita mengenyampingkan semua
itu dan hanyut dalam kisahnya semata.
Chocolate berhasil mengaduk emosi
penontonnya, bahkan sepertinya masih cukup banyak yang rindu dan belum
sepenuhnya move on dari drama yang sudah berakhir ini. Kalau ditanya soal
sinematografi, ya udahlah ya, kita nggak hanya akan dimanjakan dengan setting
Korea aja, tapi juga negara dan tempat-tempat lain yang sangat eye pleasing.
Satu scene menjelang episode akhir yang
berhasil membuat saya menghela banyak sekali napas tuh sebenernya scene saat
Lee Kang, mengingatkan kita bahwa bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini ada
tuh udah lebih dari cukup. Daripada terus mempermasalahkan masalah yang datang,
atau sibuk berharap ini itu dengan segudang obsesi tanpa henti.
Well, buat saya yang masih anak
bawang sebagai penikmat K-Drama. Chocolate sanggup menyentuh hati saya dengan
luar biasa. Selain banyak menguras airmata dan hela napas menyesakkan namun
melegakan. Drama ini membawa banyak sekali pengalaman hidup bahwa kita sebagai
manusia memang akhirnya hanya bisa berjuang dan terus bertahan.
Meski nggak semua hal akan jadi
sama, meski banyak andai yang bisa diucap, hidup nyatanya nggak akan pernah
sama dan nggak akan bisa berhenti barang sejenak walau kita mengemis meminta.
Jadi, untuk siapa pun yang berada di titik terujung dalam hidupnya, mungkin
kalian bisa coba nonton drama ini.
Akhir kata dari saya, terima
kasih untuk semua yang pernah singgah dan membersamai. Juga terima kasih untuk
diri sendiri, karena masih mau berjalan, berjuang, dan bertahan sampai dengan
saat ini.
Semoga di hari esok, kita masih percaya bahwa yang direlakan dan
diikhlaskan akan kembali dalam wujud berkali lipat kebaikan yang tak terduga.
Untuk Chocolate, saya berani beri nilai: 9.8/10
Saya cowok baru kali ini saya mewek nonton Drakor entah kenapa begitu banyak perpisahan didalam ceritanya
ReplyDelete