Yak, kolaborasi! So, kali ini saya mau cerita-cerita aja tentang gimana akhirnya KALA bisa lahir~
Jadi, akhir tahun 2016 lalu, saya diajak nulis buku bareng sama si partner nulis saya ini. Iya ini sekalian klarifikasi soalnya dia suka ngomong saya yang ngajak duluan, mungkin lupa, manusya emang tempatnya lupa yekan (dih dibahas Bell–“). Kemudian saya mengiyakan dengan niatan akan nyoba untuk masukin di penerbit major atau kalau memang nggak memungkinkan yaudah di indie aja.
Intinya sih yang penting beneran jadi sebuah karya, biar isi chat setidaknya jadi lebih berfaeda hehe. Tapi, Tuhan selalu punya rencana indah memang buat hamba-Nya yang mau saling membantu menggapai mimpi, cielah. Beberapa bulan semenjak Sebatas Mimpi lahir, ada penerbit major lagi yang nawarin nulis buku. Terus keidean untuk nawarin konsep duet atau kolaborasi tersebut.
Dimulailah dengan dimintai outline yang bikinnya ngebut sekalehhh, abis itu ketemulah dengan Pemrednya dan yak disetujuin donggggggg naskah duet! Kyaaa senang, maka dimulailah perjalanan KALA. Ohya fyi aja sih KALA sebenernya diawal outline itu akan menjadi sebuah buku prosa, tapi pas eksekusinya berubah total jadi novel. Iya jauh banget emang melencengnya haha >.<
Jangan dibilang karena saya cukup dekat dan lumayan kenal dengan Syahid maka semua proses menulis berjalan lancar-lancar aja. Nulis novel buat saya itu nggak gampang, susah banget iya, ngendaliin isi kepala sendiri aja susah apalagi harus nyocokin dengan isi kepala orang lain. Untuk KALA sendiri, saya bahkan dengan jujur berani bilang hampir sering banget nangis selama proses pengerjaannya. Iya saya memang secengeng itu :(
Nangisnya kadang karena hal sepele. Mulai dari apa yang saya sampein nggak diterima sesuai dengan maksud saya. Terus saya yang bahas bab tujuh sampai ngeyel-ngeyelan ternyata dia lagi ngomongin bab delapan. Terus juga mengenai bagian mana yang mau dihapus dan mana yang perlu ditambah (awal sekali, KALA berjumlah 500 halaman, iya dipotong banyak makanya nangis haha). Sampai dengan menyamakan ritme keaktifan menulis, iya di beberapa waktu saya yang ketika malam udah tiba, maunya manja-manjaan sama kasur karena udah lelah dengan kerjaan kantor, tapi dia lagi aktif-aktifnya mau bahas isi buku tersebut.
Kenapa nangis? Karena saya susah banget untuk marah-marah sama orang, jadi emosinya tersalurkan ke sana hehe. Tapi di balik semua tangisan itu saya belajar banyak hal. Salah dua hal yang saya pelajari adalah mengendalikan ego dan bertanggung jawab.
Ya, saya belajar untuk mengendalikan ego, karena bisa saja ketika saya menuruti ego saya justru hal itu akan melukai ego orang lain. Saya belajar untuk bertanggung jawab, ya tanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai meski di perjalanannya banyak tantangan yang bikin niat jadi goyah. Tanggung jawab ke penerbit dan tanggung jawab ke partner menulis saya juga tentunya.
Kan Kakak sering nangis tuh, apakah kapok untuk kolaborasi lagi dengan Syahid?
Haha, enggak kok, sans, pokoknya nantikan karya kami selanjutnya, insyaa Allah KALA bukan kolaborasi terakhir (ini bukan kode, ini pemberitahuan aja gengs, doakan yes!)
Selama masa penulisan KALA, saya banyak berkontemplasi dengan diri saya sendiri, tentang hidup, tentang kepenulisan itu sendiri, tentang memilih penerbit, tentang pembaca dan banyak lagi hal lainnya. Pun hal itu jadi bahan perbincangan yang menarik untuk saya dengan Syahid.
Bisa dibilang selama satu bulan menulis KALA, waktu kami hanya seputar laptop, internet, dropbox, dan chat line. Ya, nggak ada telpon dan tatap muka selama kami mengerjakan KALA, gausah heran dan jangan lagi kalian bilang jarak menghalangi terciptanya sebuah karya. Selama ada niat dan usaha, semuanya akan berjalan lancar insyaa Allah.
Dan ah ya jangan ditanya soal enek apa enggaknya selama nulis 300 halaman yang udah menjadi buku itu, karena rasa bahagia atas apresiasi teman-teman yang membeli buku KALA-lah yang membuat saya dan mungkin juga Syahid lupa dengan seluruh rasa nggak enaknya kemarin. So thank you guys karena sudah mengadopsi KALA dan mengapresiasi sampai sebegitunya. Saya sangat berterima kasih untuk itu! *kecup atu-atu.
Maka, di akhir tulisan yang udah cukup panjang ini saya cuma mau bilang, let's wake up! Berkaryalah, kalau merasa belum sanggup sendirian, mencoba bareng orang lain bukanlah sebuah kesalahan.
No comments
Post a Comment